Akar Budaya dan Pergeseran ke Ranah Digital: Sabung Ayam dari Tradisi ke Judi Online
Situs sabung ayam online gampang menang bukanlah fenomena baru di Nusantara. Jejaknya sudah terukir sejak zaman kerajaan-kerajaan kuno, seperti Majapahit dan Mataram, bahkan terekam dalam cerita rakyat (folklore) seperti Ciung Wanara dan Cindelaras. Pada mulanya, praktik ini memiliki nilai sosial dan budaya yang kompleks. Sabung ayam sering kali menjadi bagian dari upacara adat, ritual keagamaan, atau bahkan simbol status, kehormatan, dan kejantanan. Beberapa ahli antropologi, seperti Clifford Geertz, bahkan menafsirkan sabung ayam di Bali sebagai cerminan drama sosial dan hierarki yang mendalam dalam masyarakat, bukan semata-mata perjudian. Di beberapa tradisi, pertarungan ayam dianggap sebagai medium untuk memohon petunjuk atau menjadi bagian dari ritual Tabuh Rah untuk menyeimbangkan alam semesta.
Namun, seiring berjalannya waktu, nilai-nilai budaya dan spiritual ini tergerus, dan sabung ayam mulai didominasi oleh unsur taruhan uang yang masif, menjadikannya identik dengan perjudian ilegal. Pergeseran paling revolusioner terjadi dengan munculnya teknologi digital. Sabung ayam online adalah manifestasi modern dari praktik kuno ini, di mana batas negara menjadi kabur. Pertarungan yang mungkin ilegal di Indonesia di-stream secara langsung dari arena di Filipina atau negara lain, dan taruhannya dipasang secara virtual melalui agen-agen di Indonesia. Kemudahan akses, sistem taruhan yang cepat (Meron/Wala), serta promosi yang agresif menjadikan versi daring ini sangat menarik bagi para penjudi, sekaligus lebih sulit untuk diberantas oleh penegak hukum karena sifatnya yang lintas batas dan tersembunyi.
Ancaman Ganda: Perjudian dan Kekejaman Terhadap Hewan
Kontroversi sabung ayam online memiliki dua pilar utama yang tak terpisahkan: perjudian dan kekejaman terhadap hewan. Dari aspek perjudian, undang-undang di Indonesia, terutama KUHP, secara tegas melarang segala bentuk aktivitas taruhan tanpa izin. Hukumannya diperberat bagi mereka yang menjadikan perjudian sebagai mata pencaharian atau menyediakan fasilitasnya. Dalam konteks daring, ini mencakup penyedia situs, agen, hingga pemain yang berpartisipasi. Ancaman pidana yang berat ini menjadi upaya negara untuk menertibkan penyakit sosial yang ditimbulkan oleh judi, seperti kebangkrutan, meningkatnya angka kriminalitas, hingga disrupsi stabilitas keluarga dan masyarakat.
Pilar kontroversi yang tak kalah penting adalah isu kesejahteraan hewan. Dalam sabung ayam, ayam jantan diadu hingga salah satunya mati atau tidak mampu lagi bertarung. Seringkali, taji buatan (pisau kecil) dipasang di kaki ayam untuk memastikan pertarungan berakhir cepat dan brutal, menyebabkan luka parah dan penderitaan ekstrem. Praktik ini secara universal dikecam oleh organisasi perlindungan hewan dan bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan serta ajaran agama, yang melarang perbuatan menyakiti makhluk hidup tanpa faedah yang jelas. Bahkan ulama Islam secara tegas mengharamkan sabung ayam karena unsur penyiksaan terhadap binatang (tahris bainal baha’im) dan perjudian (maisir). Dengan demikian, sabung ayam online bukan hanya sekadar pelanggaran hukum negara, tetapi juga melanggar prinsip-prinsip moral dan etika yang berlaku luas di masyarakat.